Kamis, 19 April 2012

Profil Singkat – Pemanfaatan ICT dalam Pendidikan di Indonesia

Program-program TIK dalam pendidikan telah diterapkan oleh sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia.  Dari keempat komponen penerapan TIK dalam pendidikan, sebagian besar provinsi dan kabupaten masih terfokus pada distribusi piranti keras dan konektivitas serta pelatihan untuk literasi bagi pendidik. Adapun komponen lain seperti pengembangan sumber belajar digital, pengembangan profesi guru untuk pembelajaran, serta pemanfaatannya untuk pembelajaran di kelas, belum dilaksanakan secara terintegrasi dan sistematis maupun menjadi prioritas utama. 

Pustekkom sebagai pengelola utama TIK dalam pendidikan di tingkat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, meluncurkan program-programnya dalam pengadaan konektivitas dan e-pembelajaran (Pustekkom, 2011).  Di samping itu, pihak swasta dan proyek-proyek yang didanai oleh lembaga-lembaga donor juga berperan aktif dalam pengenalan, pemanfaatan dan perluasan TIK dalam pendidikan ke sekolah-sekolah dengan pendekatan yang beragam.  Dari program-program TIK yang ada tersebut, Pustekkom, Dinas pendidikan provinsi dan kabupaten kota masih fokus pada SD sampai SMA sebagai target penerima. Sedangkan program TIK universitas dikelola sebagai mata rantai yang terpisah oleh Ditjen Dikti, Kemendikbud, serta oleh perguruan-perguruan tinggi secara mandiri untuk program-program e-learning dan pendidikan jarak jauh.
Infrastruktur dan Konektivitas

Pengadaan infrastruktur TIK telah diprogramkan oleh para pengambil keputusan dan pengelola pendidikan di tingkat pusat, daerah, sampai dengan sekolah. Pustekkom mendorong distribusi perangkat seperti televisi untuk pemanfaatan sumber-sumber belajar digital yang disiarkan. Program Pusat Sumber Belajar TIK (PSB-TIK) yang dirintis oleh Direktorat PSMA dan program ICT Center oleh Direktorat PSMK, Kemdikbud, saat ini telah diadopsi oleh
dinas-dinas pendidikan untuk membangun PSB TIK di sekolah-sekolah inti berdasarkan prinsip pemanfaatan bersama. Program-program nasional lain dalam bentuk lain seperti block-grant TIK ke sekolah-sekolah juga diadopsi secara meluas oleh pemerintah daerah.

Pembagian piranti keras ini dilakukan dalam usaha untuk penerapan kurikulum untuk literasi TIK atau didorong oleh rencana penerapan program-program yang lebih khusus seperti e-pembelajaran dalam tahun anggaran tertentu. Distribusi infrastruktur dan konektivitas juga dilakukan oleh proyek-proyek yang diinisiasi oleh lembaga donor seperti USAID (DBE), AUSAID (AIBEP), dan JICA (Proyek Pemanfaatan TIK) di provinsi-provinsi tertentu di Indonesia sebagai langkah awal penerapan program pemanfaatan TIK di sekolah-sekolah maupun dinas-dinas pendidikan. Dengan pendekatan yang sedikit berbeda, didukung oleh pihak swasta, LPMP di provinsi Riau, Sulawesi Selatan dan Bangka Belitung, telah membuat terobosan baru dengan mengadakan program ‘Mobile ICT Laboratory’ yang membawa peralatan TIK dengan mobil ke MGMP dan KKG yang membutuhkan.

Program konektivitas Jardiknas yang dikelola oleh Pustekkom memberikan layanan untuk kantor dinas pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi. Di tahun 2011, Jardiknas telah menyambungkan 32,678 titik di seluruh Indonesia. Ditjen Dikti juga memiliki program INHEREN dan GDLN yang mencakup lebih dari 300 perguruan tinggi sebagai media pertukaran pengetahuan dalam komunitas pendidikan tinggi nasional maupun internasional. Para pihak penyedia layanan telekomunikasi swasta juga memainkan peran signifikan dalam penyebarluasan pemanfaatan Internet di sekolah dan universitas melalui program-program Corporate Social Responsibilities (CSR). Saat ini individu sekolah dapat membeli konektivitas Internet dengan dana BOS untuk meningkatkan akses ke sumber-sumber belajar online. Saat ini 2011, ranking NRI (Networked Readiness Index) untuk akses Internet sekolah telah naik dari peringkat 59 menjadi 50 (ASEAN, 2011). Hal ini juga didukung oleh wilayah cakupan layanan telekomunikasi yang sudah dapat menjangkau 95% sekolah di Indonesia (World Bank, 2012).

Sumber-sumber Belajar Digital
Pustekkom telah memimpin dalam produksi dan penyebaran sumber belajar digital dalam bentuk multimedia, audio, dan audiovisual. Saat ini sumber belajar digital yang diproduksi Pustekkom mencapai lebih dari 9000 Judul dalam bentuk video/program televise dan audio. Selain itu koleksi Buku Sekolah Elektronik menjadikan Indonesia sebagai Negara pertama yang secara meluas menggunakan OER dalam skala ini.  Portal Rumah Belajar yang sedang dikembangkan mengakomodasi seluruh sumber belajar digital yang telah diproduksi oleh Kemdikbud maupun para kontributor dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di tingkat TK, SD, SMP dan SMA. Mendukung usaha perluasan pemanfaatan sumber belajar digital yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, proyek-proyek pendidikan seperti DBE USAID menerapkan program IAI dengan seri sumber belajar dalam CD dan Jalan Sesama (USAID) memproduksi program-program yang disiarkan di beberapa stasiun TV nasional untuk pendidikan anak usia dini.

Di tingkat provinsi, produksi dan penyusunan repository sumber belajar dilakukan oleh Balai-balai Tekkom di bawah Dinas Pendidikan untuk memenuhi kebutuhan sumber belajar yang memuat nilai-nilai local.  Beberapa di antaranya adalah program sumber belajar tentang pertanian oleh Balai Tekkom (BPP) Papua, dan program streaming radio di Yogyakarta dan Kalimantan Barat. Untuk kepentingan sosialisasi dan repository, berbagai lomba produksi multimedia dan sumber belajar tingkat provinsi juga dilakukan.

Walaupun telah tersedia sumber digital yang didistribusikan secara online maupun offline, namun pemanfaatannya dalam pembelajaran masih diindikasikan minimal (Pustekkom, 2011). Mengacu pada Hew dan Brush (2007) dan kondisi infrastruktur Internet di Indonesia, sebagian tantangannya terletak pada:
·         literasi dan ketrampilan guru dalam pengintegrasian teknologi dalam pembelajaran,
·         keterbatasan sumber belajar digital yang sesuai dengan kebutuhan
·         keterbatasan akses atau keterbatasan bandwidth Internet karena alasan keterpencilan.

Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan profesi guru untuk meningkatkan ketrampilan dalam pemanfaatan ICT digalakkan sejak tahun 2008 oleh Ditjen PMPTK. Sampai saat ini, sebagian besar program-program pengembangan profesi guru masih lebih banyak difokuskan pada literasi TIK dan pemanfaatan TIK untuk produktivitas (pemrosesan dokumen, spreadsheet, atau presentasi). Sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota, bahkan beberapa pihak swasta, memberikan pelatihan literasi TIK segera setelah distribusi piranti keras dilakukan.

Pustekkom, Kemdikbud, memberikan beberapa rangkaian pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan untuk pemanfaatan TV-E, Radio Edukasi, dan Jardiknas. Pelatihan ini diberikan dalam pendekatan berlapis (cascade) dengan menciptakan Master Trainer yang akan melatih guru-guru lain di daerahnya masing-masing. Sampai saat ini Pustekkom telah melatih lebih dari 11,000 Master Trainer untuk 33 provinsi (Pustekkom, 2008).  Secara parallel, Badan SDM & PMP melalui LPMP juga melakukan pelatihan-pelatihan literasi TIK untuk guru-guru di MGMP dan KKG.
Namun penerapan pasca latihan masih menjadi tantangan. Diperlukan program yang lebih intensif seperti pendampingan atau waktu-waktu untuk belajar mandiri untuk mendorong penerapan berkelanjutan (EDC, 2011; UNESCO, 2006).

2 komentar:

  1. Terima kasih telah berbagi informasi, terutama angka statistiknya yang penting untuk dicatat dan dicermati. Dari angka-angka tsb, tampaknya introduksi dan penetrasi ICT dalam dunia pendididikan di Indonesia bisa dikatakan sudah cukup banyak dan menyebar. Hanya saja, mungkin perlu penetrasi yang lebih mendalam ke tingkat implementasi yang berkelanjutan serta sinergi antarprogram pengembangan. Bagaimana?

    BalasHapus
  2. Sama-sama, Pak. Betul Pak Carwoto, ini memang faktanya. Dan ini belum semuanya. Saya kira sebenarnya program-program ini perlu direncanakan secara sistematik, dikoordinasi secara nasional agar memenuhi standar-standar pendidikan yang telah ditetapkan. Saya melihat bahwa program TIK yang diselenggarakan seakan-akan masih terpisah, sebuah annex yang dianggap perlu saja. Kalau melihat dari tahap-tahap penetrasi yang dinyatakan oleh UNESCO, kita masih dalam tahap emerging sebetulnya, walaupun banyak orang lebih senang berpendapat bahwa kita sudah masuk ke tahap lebih lanjut.

    BalasHapus