Kamis, 29 Maret 2012

Teknologi sebagai Alat Mencapai Tujuan Pendidikan

Saat kita kecil, setiap kali kita bertemu orang dewasa kita selalu ditanya, "Cita-citanya apa?" Sebagian dari kita kesulitan menjawabnya dan mengarang saja sesuai hafalan, seperti "jadi dokter atau insinyur", dan sebagian dari kita benar-benar tahu (atau seakan-akan tahu) yang dimaui, "jadi penulis atau apoteker." Cita-cita itu bisa jadi kenyataan bisa tidak, tetapi prinsip memiliki cita-cita atau tujuan tidak berubah sampai kita dewasa. Sembari kita beranjak dewasa, cita-cita kita menjadi "benchmark" atau penanda arah dari apa yang akan dijadikan profesi. Secara formatif saya melakukan evaluasi cita-cita dan evaluasi diri dari waktu ke waktu (SD, SMP, dan SMA, bahkan sampai sekarang) saya merasa bisa berkembang dari proses ini. Tetapi selalu ada yang dituju – walaupun terkadang saya merasa harus lompat dari satu tujuan ke tujuan lain. Prosesnya pun menjadi seru dan hasilnya lebih bermakna.

Kembali ke bahasan kita mengenai pemanfaatan teknologi dimana kita adalah pendidik atau tenaga kependidikan, maka saya berargumen bahwa kita harus kembali ke tujuan kita. Pertanyaan mendasar yang seharusnya ditanyakan adalah, "Tujuannya apa?" Ya, "apa tujuan kita untuk memanfaatkan ICT, misalnya?"

Digital Education - Mary Burns & Petra Bodrogini

Flashback! Digital Education - Buku ini disunting oleh Michael Thomas dan diterbitkan oleh Palgrave MacMillan tahun 2011 lalu. The Wisdom of Practice: Web 2.0 as a Cognitive and Community Building Tool in Indonesia yang dikontribusikan oleh Mary Burns dan Petra Bodrogini mewarnai Chapter 9.

Topik lain yang menarik adalah Deconstructing Formal and Informal Learning Spaces with Social Networking Sites (Joannah Daley).

Pelatihan atau Pendampingan? Gambaran Singkat tentang Pengembangan Profesional Guru dalam Pemanfaatan ICT di Indonesia


ICT atau TIK saat ini menjadi hot topic dalam pendidikan. Kementerian dan Kebudayaan sampai dengan tahun lalu masih mendorong terus pemanfaatannya di pendidikan melalui rollout peralatan TIK yang cukup meluas. Walaupun saat ini program-program ICT di tingkat Kemdikbud pusat masih dalam masa ‘tenang’ karena sumber daya finansial sebagian tercurah untuk rehabilitasi sekolah, namun hal ini tidak menghentikan program-program TIK di tingkat dinas provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah. Sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia terus memberikan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang setelah melakukan rollout peralatan ICT.

Dalam sejarahnya, pengembangan professional guru dalam pemanfaatan ICT telah dipromosikan secara meluas sejak tahun 2008 oleh Dirjen PMPTK yang saat ini fungsinya dijalankan oleh Badan SDM-PMP melalui berbagai program. Hal ini segera menjadi program dari direktorat-direktorat dalam Kemdikbud untuk meluncurkan block grants hardware ICT. Ditarik ke belakang, sejak berdirinya di tahun 1978, Pustekkom yang menjadi ‘Production House’ dari Kemdikbud, juga mendorong pemanfaatan sumber-sumber belajar eletronik (analog maupun digital) dengan pelatihan-pelatihan guru di seluruh Indonesia. Pustekkom bahkan telah melatih lebih dari 11,000 Master Trainer di 33 provinsi.

Namun, masalah transfer of training setelah pelatihan pemanfaatan ICT dilakukan masih menjadi tantangan. Hanya sedikit dari para peserta pelatihan yang notabene adalah para pendidik dan tenaga yang langsung dapat menerapkannya di konteks kerja mereka sehari-hari. Apa yang menjadi masalahnya?